Sejarah Tanah Karo Lautan Api
Suatu hari di Bulan Maret 1946, dalam waktu tujuh jam, sekitar 200.000 penduduk mengukir sejarah dengan membakar rumah dan harta benda mereka, meninggalkan kota Bandung menuju pegunungan di selatan. Beberapa tahun kemudian, lagu “Halo-Halo Bandung” ditulis untuk melambangkan emosi mereka, seiring janji akan kembali ke kota tercinta, yang telah menjadi lautan api.
Ini memang menjadi salah satu peristiwa heroik dalam sejarah perjuangan bangsa kita. Namun, perlu kita ketahui juga bahwa ada satu lagi kisah yang serupa dengan ini. Satu kisah perjuangan masyarakat Karo dalam membela Republik Indonesia, yang usianya baru mendekati dua tahun saat itu.
Kisah ini terjadi saat Agresi I Militer Belanda terhadap Republik Indonesia dengan melancarkan serangan ke seluruh sektor pertempuran Medan Area, termasuk Tanah Karo saat itu. Tercatat pada tanggal 1 Agustus 1947, Bupati Tanah Karo Rakkuta Sembiring memindahkan ibu negeri Kabupaten Karo ke Tiga Binanga, setelah tentara Belanda menguasai Kabanjahe dan Berastagi.
Namun sehari sebelum tentara Belanda menduduki Kabanjahe dan Berastagi, oleh pasukan bersenjata kita bersama-sama dengan rakyat telah melaksanakan taktik bumi hangus, sehingga kota Kabanjahe dan Berastagi beserta 51 Desa di Tanah Karo menjadi lautan api. Taktik bumi hangus ini, sungguh merupakan pengorbanan yang luar biasa dari rakyat Karo demi mempertahankan cita-cita luhur kemerdekaan Republik Indonesia. Rakyat dengan sukarela membakar apa saja yang dimiliki termasuk desa dengan segala isinya, termasuk juga semua rumah adat (atap ijuk) yang telah dibangun dengan cara gotong royong, semua menjadi abu dan tidak berbekas.
Melihat begitu besarnya pengorbanan rakyat Karo ini, wakil presiden Drs. Mohammad Hatta menulis surat pujian kepada rakyat Karo dari Bukit Tinggi pada tanggal 1 Januari 1948. Dalam catatan sejarah Kabupaten Tanah Karo di situs resminya juga dikisahkan bahwa wakil presiden Drs. Mohammad Hatta sempat singgah di Berastagi dan bertemu dengan para pejuang Tanah Karo beberapa hari sebelum peristiwa pembumihangusan tersebut, dalam perjalanannya pulang menuju Bukit Tinggi. Adapun surat wakil presiden tersebut selengkapnya sebagai berikut:
Bukittinggi, 1 Januari 1948
“Kepada Rakyat Tanah Karo Yang Kuncintai”.
Merdeka!
Dari jauh kami memperhatikan perjuangan Saudara-saudara yang begitu hebat untuk mempertahankan tanah tumpah darah kita yang suci dari serangan musuh. Kami sedih merasakan penderitaan Saudara-saudara yang rumah dan kampung halaman habis terbakar dan musuh melebarkan daerah perampasan secara ganas, sekalipun cease fire sudah diperintahkan oleh Dewan Keamanan UNO.
Tetapi sebaliknya kami merasa bangga dengan rakyat yang begitu sudi berkorban untuk mempertahankan cita-cita kemerdekaan kita.
Saya bangga dengan pemuda Karo yang berjuang membela tanah air sebagai putra Indonesia sejati. Rumah yang terbakar, boleh didirikan kembali, kampung yang hancur dapat dibangun lagi, tetapi kehormatan bangsa kalau hilang susah menimbulkannya. Dan sangat benar pendirian Saudara-saudara, biar habis segala-galanya asal kehormatan bangsa terpelihara dan cita-cita kemerdekaan tetap dibela sampai saat yang penghabisan. Demikian pulalah tekad Rakyat Indonesia seluruhnya. Rakyat yang begitu tekadnya tidak akan tenggelam, malahan pasti akan mencapai kemenangan cita-citanya.
Di atas kampung halaman saudara-saudara yang hangus akan bersinar kemudian cahaya kemerdekaan Indonesia dan akan tumbuh kelak bibit kesejahteraan dan kemakmuran rakyat Karo, sebagai bagian dari pada Rakyat Indonesia yang satu yang tak dapat dibagi-bagi.
Kami sudahi pujian dan berterima kasih kami kepada Saudara-saudara dengan semboyan kita yang jitu itu: “Sekali Merdeka Tetap Merdeka”.
Saudaramu,
MOHAMMAD HATTA
Wakil Presiden Republik Indonesia
0 comments:
Post a Comment